Header Ads

ad728
  • Breaking News

    Farmakokinetik: Ekskresi



    Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat diekskresi melalui ginjal dalam bentuk utuh maupun bentuk metabolitnya. Ekskresi dalam bentuk utuh atau bentuk aktif merupakan cara eliminasi obat melalui ginjal. Ekskresi melalui ginjal melibatkan 3 proses, yakni
    1. filtrasi glomerulus,
    2. sekresi aktif di tubulus proksimal, dan 
    3. reabsorpsi pasif di sepanjang tubulus.
    Fungsi ginjal menglami kematangan pada usia 6-12 bulan, dan setelah dewasa menurun 1% per tahun.

    Filtrasi glomerulus menghasilkan ultrafiltrat, yakni plasma minus protein, jadi semua obat bebas akan keluar dalam ultrafiltrat sedangkan yang terikat potein tetap tinggal dalam darah. Sekresi aktif dari dalam darah ke lumen tubulus proksimal terjadi melalui transporter membran P-glikoprotein (P-gp) dan MRP (multidrug-resisten protein) yang terdapat di membran sel epitel dengan selektivitas berbeda, yakni MRP untuk anion organik dan konyugat (misalnya penisilin, probenesid, glukuronat, sulfat dan konyugat glutation), dan P-gp untuk kation organik dan zat netral (misalnya kuinidin, digoksin). Dengan demikian terjadi kompetisi antara asam - asam organik maupun antara basa - basa organik untuk disekresi. Hal ini dimanfaatkan untuk pengobatan gonorea dengan derivat penisilin. Untuk memperpanjang kerjanya, ampisilin dosis tunggal diberikan bersama probenesid (probenesid akan menghambat sekresi aktif ampisilin di tubulus ginjal karena berkompetisi untuk transporter membran yang sama, MRP).

    Reabsorpsi pasif terjadi di sepanjang tubulus untuk bentuk nonion obat yang larut lemak. Oleh karena derajat ionisasi bergantung pada pH larutan, maka hal ini dimanfaatkan untuk mempercepat ekskresi ginjal pada keracuanan suatu obat asam atau obat basa. Obat asam yang relatif kuat (pKa </= 2) dan obat basa yang relatif kuat (pKa >/= 12, misalnya guenetidin) terinonisasi sempurna pada pH ekstrim urin akibat asidifikasi dan alkalinisasi paksa (4,5 - 7,5). Obat asam yang sangat lemah (pKa > 8, misalnya fenitoin) dan obat basa yang sangat lemah (pKa </= 6, misalnya propoksifen) tidak terionisasi sama sekali pada semua pH urin. Hanya obat asam dengan pKa antara 3,0 dan 7,5 dan obat basa dengan pKa antara 6 dan 12 yang dapat dipengaruhi oleh pH urin. Misalnya pada keracunan fenobarbital (asam, pKa = 7,2) atau salisilat (asam, pKa = 3,0) diberikan NaHCO3 untuk membasakan urin agar ionisasi meningkat sehingga bentuk nonion yang akan direabsorpsi akan berkurang dan bentuk ion yang akan diekskresi meningkat. Demikian juga pada keracunan amfetamin (basa, pKa = 9,8) diberikan NH4Cl untuk meningkatkan ekskresinya. Di tubulus distal juga terdapat protein transporter yang berfungsi untuk reabsopsi aktif dari lumen tubulus kembali ke dalam darah (untuk obat - obat dan zat - zat endogen tertentu).

    Ekskresi melalui ginjal akan berkurang jika terdapat gangguan fungsi ginjal. Lain halnya dengan pengurangan fungsi hati yang tidak dapat dihitung, pengurangan fungsi ginjal dapat dihitung berdasarkan pengurangan dosis obat pada gangguan fungsi ginjal dapat dihitung.

    Ekskresi obat yang kedua penting adalah melalui empedu ke dalam usus dan keluar bersama feses. Transporter membran P-gp dan MRP terdapat di membran kanalikulus sel hati dan mensekresi aktif obat - obat dan metabolit ke dalam empedu dengan selektivitas berbeda, yakni MRP untuk anion organik dan konyugat (glukoronat dan konyugat lain), dan P-gp untuk kation organik, steroid, kolesterol dan garam empedu. P-gp dan MRP juga terdapat di membran sel usus, maka sekresi langsung obat dan metabolit dari darah lumen usus juga terjadi.

    Obat dan metabolit yang larut lemak dapat direabsorpsi kembali ke dalam tubuh dan lumen usus. Metabolit dalam bentuk glukuronat, dapat dipecah dulu oleh enzim glukuronidase yang dihasilkan oleh flora usus menjadi bentuk obat awalnya (parent compound) yang mudah diabsorpsi kembali. Akan tertapi bentuk konyugat juga dapat langsung diabsorpsi melalui transporter membran OATP di dinding usus, dan baru dipecah dalam darah oleh enzim esterase. Siklus enterohepatik ini dapat memperpanjang efek obat, misalnya estrogen dalam kontraseptif oral.

    Ekskresi melalui paru terutama untuk eliminasi gas anestetik umum. Ekskresi dalam ASI, saliva, keringat, dan air mata secara kuantitatif tidak penting. Ekskresi ini bergantung terutama pada difusi pasif dari bentuk nonion yang larut lemak melalui sel epitel kelenjar dan pada pH. Ekskresi dalam ASI meskipun sedikit, penting artinya karena dapat menimbulkan efek samping pada bayi yang menyusu pada ibunya. ASI lebih asam daripada plasma, maka lebih banyak obat - obat basa dan lebih sedikit obat - obat asam terdapat dalam ASI daripada dalam plasma. Ekskresi dalam saliva: kadar obat dalam saliva sama dengan kadar obat bebas dalam plasma, maka saliva dapat digunakan untuk mengukur kadar obat jika sukar untuk memperoleh darah. Ekskresi ke rambut dan kulit: mempunyai kepentingan forensik.


    Referensi:
    • UI.Farmakkologi dan Terapi.
    • Google.

    Tidak ada komentar

    Post Top Ad

    ad728

    Post Bottom Ad

    ad728