Farmakokinetik: Absorbsi
Farmakokinetik
atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh atau efek tubuh
terhadap obat. Farmakokinetik mencakup 4 proses, yakni:
Metabolisme atau biotransformasi dan ekskresi bentuk utuh atau bentuk aktif, merupakan proses eliminasi obat.
ABSORPSI
Absorpsi
merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah.
Bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran
cerna (mulut sampai rektum), kulit, paru, otot dan lain sebagainya. Yang
terpenting adalah cara pemberian obat per oral, dengan cara ini tempat
absopsi utama adalah usus haslu karena memiliki permukaan absorpsi yang
sangat luas, yakni 200 m2 (panjang 280 cm, diameter 4 cm, disertai
dengan vili dan mikrovili).
Pemberian obat di
bawah lidah hanya untuk obat yang sangat larut dalam lemak, karena luas
permukaan absorpsinya kecil, sehingga obat harus melarut dan diabsorpsi
dengan sangat cepat, misalnya nitrogliserin. Karena darah dari mulut
langsung ke vena kava superior dan tidak melalui vena porta, maka obat
yang diberikan sublingual ini tidak mengalami metabolisme lintas pertama
oleh hati.
Pada pemberian obat melalui rektal, misalnya untuk pasien yang tidak sadar atau muntah, hanya 50% darah dari rektum yang melalui vena porta,
sehingga eliminasi lintas pertama oleh hati juga hanya 50%. Akan
tetapi, absorpsi obat melalui mukosa rektum seringkali tidak teratur dan
tidak lengkap, dan banyak obat menyebabkan iritasi mukosa rektum.
Absorpsi
sebagian besar obat secara difusi pasif, maka sebagai barier absorpsi
adalah membran sel epitel saluran cerna, yang seperti halnya semua
membran sel di tubuh kita, merupakan lipid bilayer. Dengan demikian,
agar dapat melintasi membran sel tersebut, molekul obat harus mempunyai
kelarutan lemak (setelah terlebih dahulu larut dalam air). Kecepatan
difusi berbanding lurus dengan derajat kelarutan lemak molekul obat
(selain dengan perbedaan kadar obat lintas membran, yang merupakan
driving force proses difusi, dan dengan luasnya area permukaan membran tempat difusi).
Kebanyakan
obat merupakan elektrolit lemah, yakni asam lemah atau basa lemah.
Dalam air, elektrolit lemah ini akan terionisasi menjadi bentuk ionnya.
Derajat ionisasi obat bergantung pada konstanta ionisasi obat (pKa) dan
pada pH larutan di mana obat berada.
Absorpsi
asam lemah sangat baik dalam lambung per area absopsi, tetapi secara
keseluruhan masih tetap lebih baik dalam usus halus karena luasnya area
absorpsi di usus halus dibandingkan lambung.
Untuk
asam lemah, pH yang tinggi (suasana basa) akan menigkatkan ionisasinya,
dan mengurangi bentuk nonionya. Hanya bentuk nonion yang mempunyai
kelarutan lemak, sehingga hanya bentuk nonion dan bentuk ion berada
dalam kesetimbangan, maka setelah bentuk nonion diabsorpsi,
kesetimbangan akan bergeser ke arah bentuk nonion sehingga absorpsi akan
berjalan terus sampai habis.
Zat - zat makanan
dan obat - obat yang strukturnya mirip makanan, yang tidak dapat/sukar
berdifusi pasif memerlukan transporter membran untuk dapat melintasi
membran agar dapat diabsorpsi dari saluran serna maupun direabsorpsi
dari lumen tubulus ginjal. Telah diketahui adanya berbagai macam
transporter membran, yang fungsinya tidak hanya untuk dapat mengabsorpsi
zat - zat makanan yang diperlukan, tetapi juga untuk mengeluarkan zat -
zat eksogen dan endogen yang tidak diinginkan.
Dengan
suntikan intramuskular atau subkutan, obat langsung masuk intertisium
jaringan otot atau kulit ke pembuluh darah kapiler ke darah sistemik.
Dinding pembuluh darah kapiler yang terdiri dari satu lapis sel endotel
memiliki celah antar sel yang cukup besar untuk melewatkan obat yang
kebanyakan mempunyai berat molekul antara 100 dan 1000. Obat yang larut
lemak masuk ke dalam darah kapiler dengan melintasi membran sel endotel
secara difusi pasif. Hanya obat yang larut air masuk darah melalui celah
antar sel endotel bersama air, dengan kecepatan yang berbanding
terbalik dengan besar molekulnya. Protein dan makromolekul lain masuk
darah melalui limfe.
Referensi:
- UI.Farmakologi dan Terapi.
- Google.
Tidak ada komentar