Farmakokinetik: Metabolisme = Biotransportasi
Tujuan
metabolisme obat adalah mengubah obat yang nonpolar (larut lemak)
menjadi polar (larut air) agar dapat diekskresi melalui ginjal atau
empedu. Dengan perubahan ini obat aktif umumnya diubah menjadi inaktif,
tapi sebagian berubah menjadi lebih aktif (jika asalnya prodrug), kurang
aktif, atau menjadi toksik.
Reaksi
metabolisme terdiri dari reaksi fase I dan reaksi fase II. Reaksi fase I
terdiri dari oksidasi, reduksi, dan hidrolisis, yang mengubah obat
menjadi lebih polar, dengan akibat menjadi inaktif, lebih aktif atau
kurang aktif. Sedangkan reaksi fase II merupakan reaksi konyugasi dengan
substrat endogen: asam glukuronat, asam sulfat, asam aseta atau asam
amino, dan hasilnya menjadi sangat polar, dengan demikian hampir selalu
tidak aktif. Obat dapat mengalami reaksi fase I saja, atau reaksi fase
II saja, atau reaksi fase I dan diikuti dengan reaksi fase II. Pada
reaksi fase I, obat dibubuhi gugus poar seperti gugus hifroksil, gugus
amino, karboksil, sulhidri, dsb, untuk dapat bereaksi dengan substrat
endogen pada reaksi fase II. Karena itu obat yang sudah mempunyai gugus -
gugus tersebut dapat langsung bereaksi dengan substrat endogen (reaksi
fase II). Hasil reaksi fase I dapat juga sudah cukup polar untuk
langsung diekskresikan lewat ginjal tanpa harus melalui reaksi fase II
lebih dulu.
Reaksi metabolisme yang terpenting adalah oksidasi oleh enzim cytochrome P450 (CYP),
yang disebut juga enzim mono-oksigenase, atau MFO (mixed-function
oxidase), dalam endoplasmic reticulum (mikrosom) hati. Ada sekitar 50
jenis isoenzim CYP yang aktif pada manusia, tetapi hanya beberapa yang
penting untuk metabolisme obat. Enzim - enzim ttersebut (~70% dari total
CYP dalam hati) adalah:
- CYP3A4/5 (~30% dari total CYP dalam hati).
- CYP2D6 (~2-4% dari total CYP dalam hati).
- CYP2C (~20%): CYP2C8/9 dan CYP2C19 (CYP2C8/9 memetabolisme ~15% obat).
- CYP1A1/2 (~12-13%): dulu disebut cytochrome P448, memetabolisme ~5% obat.
- CYP2E1 (~6-7%), memetabolisme ~2% obat.
CYP yang terdapat di dinding usus ~20-50% dari CYP dalam hati.

Selanjutnya
reaksi fase II yang terpenting adalah glukuronidasi melalui enzim
UDP-glukuroniltransferase (UGT), yang terutama terjadi dalam mikrosom
hati, tetapi juga di jaringan ekstrahepatik (usus halus, ginjal, paru,
kulit). Reaksi konyugasi yang lain (asetilasi, sulfasi, konyugasi dengan
glutation) terjadi dalam sitosol.
Jika enzim metabolisme mengalami kejenuhan pada kisaran dosis obat akan terjadi lonjakan kadar obat dalam plasma, yang disebut farmakokinetik nonlinear. Sebagai contoh: fenitoin untuk epilepsi, dan aspirin sebagai antiinflamasi.
Interaksi
dalam metabolisme obat berupa induksi atau inhibisi enzim metabolisme,
terutama enzim CYP ! Induksi berarti peningkatan sintesis enzim
metabolisme pada tingkat transkripsi sehingga terjadi peningkatan
kecepatan metabolisme obat yang menjadi substrat ensim yang bersangkuta,
akibatnya diperlukan peningkatan dosis obat tersebut, berarti terjadi toleransi farmakokinetik.
Karena melibatkan sintesis enzim maka diperlukan waktu pajanan beberapa
hari (3 hari sampai 1 minggu) sebelum dicapai efek yang maksimal.
Induksi dialami oleh semua enzim mikrosomal, jadi enzim CYP (kecuali
2D6) dan UGT.
Inhibisi
enzim metabolisme: hambatan terjadi secara langsung, dengan akibat
peningkatan kadar obat yang menjadi substrat dari enzim yang dihambat
juga terjadi secara langsung. Untuk mencegah terjadi toksisitas,
diperlukan penurunan dosis obat yang bersangkutan atau bahkan tidak
boleh diberikan bersama penghambatnya (kontraindikasi) jika akibatnya
membahayakan. Hambatan pada umumnya bersifat kompetitif (karena merupaka
substrat dari enzim yang sama), tetapi dapat juga bersifat
nonkompetitif (bukan substrat dari enzim yang bersangkutan atau
ikatannya ireversibel).
Telah
disebutkan bahwa CYP3A4/5 merupakan CYP yang paling banyak di hati
maupun di usus halus dan memetabolisme sebagian besar obat di dunia,
maka berperan sangat penting dalam metabolisme dan eliminasi lintas
pertama berbagai obat. Dengan demikian induksi dan inhibisinya membawa
dampak yang besar dalam menurunkan atau meningkatkan efek dari banyak
obat akibat penurunan atau peningkatan bioavailabilitas dan kadarnya
dalam darah.
Di
samping enzim - enzim mikrosomal tersebut di atas, ada beberapa enzim
penting yang terdapat dalam sitosol hati, misalnya sulfotransferase
(SULT), glutation-S-transferase (GST), metiltransferasae (MT), dan
N-asetiltransferase (NAT). NAT ada 2 macam, yakni NAT1 dan NAT2. Berbeda
dengan hasil konyugasi lainnya, hasil asetilasi menjadi kurang larut
air sehingga dapat menimbulkan kristaluna jika aliran urinnya kurang,
SULT juga mengalami induksi.
Metabolisme
obat akan terganggu pada pasien penyakit hati seperti sirosis, hati
berlemak dan kanker hari. Pada sirosis yang parah, metabolisme obat
berkurang antara 30-50%, ini dapat meningkatkan bioavaibilitas 2-4 kali
pada obat - obat yang mengalami metabolisme lintas pertama. Enzim -
enzim CYP lebih terpengaruh dibanding reaksi - reaksi fase II seperti
glukuronidasi. Metabolisme obat juga terganggu oleh adanya penyakit yang
mengurangi perfusi hari seperti gagal jantung dan syok (gagal jantung
juga mempengaruhi volume distribusi obat).
Ternyata
CYP3A4, P-gp dan OATP sama - sama terdapat di organ - organ untuk
disposisi obat, yakni dinding usus, hati dan saluran empedu, serta
tubulus ginjal. Juga banyak obat merupakan substrat atau penghambat dari
ke-3 protein tersebut. Aktivitas CYP3A4 dan P-gp akan menurunkan kadar
obat, sedangkan aktivitas OATP akan meningkatkan kadar obat yang sama.
Dengan demikian hasil akhirnya bergantung pada protein mana yang dominan
(yang bervariasi antar individual).
Referensi:
- UI.Farmakologi dan Terapi.
- Google.
Tidak ada komentar